rEposisi.com – Kasus yang menyeret dua bos PT SGC; Purwanti Lee Cauhoul dan Gunawan Yusuf terus bergulir.Teranyar, warga mengaku tidak akan segan-segan menduduki lahan perkebunan tebu ini.
Salah satu tokoh masyarakat Gedung Meneng, Sumardi mengingatkan pembela PT SGC untuk tidak cacat mikir.
“Tulangbawang salah satu daerah lebih dahulu maju dan mengenal peradaban ketimbang daerah lain yang ada di Provinsi Lampung, ” ujar dia, Minggu (20/7).
Sumardi menegaskan hal itu terkait ada elit dan orang berdasi lainnya seakan-akan kalau PT SGC ditutup akan muncul pengangguran baru. Itu fikiran sesat dan cacat.
“Pernah enggak mereka berfikir kalau puluhan ribu kuli yang bekerja disana karena terpaksa, karena tanahnya diserobot. Tanahnya diambil perusahaan? Berfikir gak? Pajaknya dikemplang lagi,” tuturnya.
“Kami masih sangat mempertimbangkan penutupan SGC. Karena kami bagian dari NKRl. Tapi pernah gak para penikmat uang perusahaan (SGC-red) membayangkan kalau perusahaan dan warga hidup berdampingan dengan baik dan damai? Caranya? Perusahaan bekerja dengan lahan yang diberikan sebagai penyangga, warga berusaha dibawah pembinaan perusahaan, dengan sistem plasma yang katanya 20% dari total lahan? Mereka tau gak kalau SGC tidak ada plasmanya?,”urai Sumardi lagi.
Ia mengingatkan Perlawanan rakyat di Prancis, terutama selama Revolusi Prancis (1789-1799), merupakan gerakan besar untuk mengubah struktur sosial dan politik negara. Rakyat menuntut hak-hak dasar dan persamaan.
“Dan di Indonesia pernah terjadi di era 98, meski hasilnya tidak memuaskan. Bukan malah membaik, negara makin gak baik-baik saja. Kami berharap, dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Indonesia lebih maju. Rakyat sejahtera. Jadi, ukur ulang PT SGC bukan bertujuan menambah angka pengangguran. Rakyat menuntut haknya yang selama ini di rampas!” Ini masyarakat sudah tidak tahan untuk duduki lahan tapi kami tahan, kita tempuh jalur hukum,”pungkasnya.(win)









