Ya Allah, tolonglah kami. Jangan tinggalkan kami dalam ketidakberdayaan ini.
KALIMAT di atas adalah doa Ertugrul di episode 6. Film yang cukup vulgar menguak perang akibat benturan agama.
Konflik berlatar doktrin ketuhanan yang berujung pada banjir darah. Terus diwarnai aksi, memupuk kebanggaan sekaligus, kebencian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Konflik itu, bukan sekadar adu strategi dan adu kuat secara fisik para tentara Tuhan yang haus, kecanduan saling bunuh, juga ada beragam gambar metodologi saling memusnahkan lawan. Termasuk, menciptakan wabah. Penyakit sebagai senjata biologis yang menular dari hewan ke manusia. Antar-manusia dan sampai pada kematian-kematian paling dramatis.
Film yang menarik, menggambarkan para pihak, ada yang jahat ada yang baik, sementara keyakinan antar-kubu, menyakini “Yang Ada”. Tuhan yang Maha Pengasih. Seolah paradoks. Ada penegakkan keadilan di sisi lain, ada pengkhianatan dan kebencian pada bilah yang lain.
Pendekatan film ini sangat ambisius. Lihatlah ajaran Geovani ketika Tugrut masuk penjara bawah tanah di kastil Templar. “Jika kau merasa berputusasa, ingatlah Allah yang Maha Kuasa. Jika kau merasa lapar, ingatlah Allah yang Maha Memelihara.”
Dan akhirnya, pasca saur, sekarang kita ucapkan, selamat tinggal televisi. Internet, menjadi bagian dari menu penting selama berpuasa. Fungsi audio visual bahkan mengalahkan waktu tadarus.(*)
Ditulis Oleh : Endri Y