SEBAGAI sesama alumni Universitas Lampung, saya ikut merasa malu dengan sikap Gubernur Arinal terhadap data-data yang dipublikasi oleh BPS.
Saya malu membaca pernyataan beliau yang menganggap analisa data ekonomi bukan ranahnya BPS tetapi menjadi hak ekslusif DPRD selaku lembaga pengawas pemerintahan.
Saya sedikit terhibur setelah membaca bahwa beliau kemudian membanggakan laju pertumbuhan ekonomi Lampung sebagai yang terbaik di Pulau Sumatera berdasarkan perbandingan antara triwulan I tahun 2021 dengan triwulan IV tahun 2020 (q to q).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rupa-rupanya beliau masih pilih-pilih tebu dalam menggunakan data yang disajikan oleh BPS, jika datanya buruk ia tolak tetapi jika datanya menyenangkan langsung diterima dan dibanggakan.
Setahu saya seluruh mahasiswa di Unila apapun fakultas dan jurusannya pasti pernah mendapatkan pengajaran mata kuliah statistik, karena itulah maka setiap orang yang pernah menamatkan pendidikan di perguruan tinggi mesti sudah sangat memahami betapa pentingnya data statistik.
BPS (Badan Pusat Statistik) adalah lembaga pemerintah non kementerian yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Dari sisi usia, BPS lebih dulu dilahirkan daripada Provinsi Lampung. UU No.6/1960, UU No.7/1960, UU No.16/1997 dan PP No.86/2007 telah memberikan amanat kepada BPS untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang statistik.
Gubernur Arinal mungkin sudah lupa dengan pengertian “statistik” dan “statistika”, mari kita bantu ingatkan. Statistika itu ilmu yang berkaitan dengan data,
ilmu yang mempelajari bagaimana cara merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, lalu menginterpretasikan, dan mempresentasikan data.
Sementara statistik adalah data itu sendiri, atau informasi, atau hasil penerapan algoritma.
Meminta BPS mengurangi analisa, interpretasi dan presentasi data sama saja dengan meminta BPS tidak menjalankan tugas konstitusionalnya. Gubernur Arinal sesungguhnya telah melakukan kesalahan fatal dengan membuat pernyataan itu, beliau telah meminta sebuah lembaga pemerintah non kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk tidak menjalankan tugas yang diamanatkan oleh perundang-undangan.
Pernyataan Gubernur Arinal itu sama saja seperti tindakan makar, sama seperti meminta TNI untuk mengurangi penjagaan pertahanan negara, sama juga seperti meminta Polri untuk mengurangi penjagaan keamanan masyarakat. Jika skandal ini diperkarakan dan majelis hakimnya kebetulan sama seperti majelis hakim perkara HRS (Habib Rizieq Shihab), bisa jadi vonis yang dijatuhkan akan lebih berat ketimbang vonisnya HRS.
Terkait dengan sajian data yg dipersoalkan oleh Gubernur Arinal, perlu juga kita cermati. Angka pertumbuhan ekonomi (y to y) Lampung di Tri Wulan I 2021 sebesar -2,10% memang menjadi yg terendah di Sumatera dan berada di bawah rata-rata nasional.
Pertumbuhan Ekonomi Lampung pada Tri Wulan II 2020 (April-Juni) berada di angka -3,58% dan pada Tri Wulan I 2021 (Januari-Maret) baru bisa naik tipis ke angka -2,10%, lambat sekali pemulihannya jika dibandingkan dengan Babel yang pada periode yang sama naik tajam dari angka -4,95% ke angka 0,97% atau Riau dari angka -3,32% ke angka 0,41% atau Sumsel dari angka -1,58% ke angka 0,41% atau Kepri dari angka -6,66% ke angka -1,19% atau Sumbar dari angka -4,92% ke angka -0,16% atau rata-rata nasional dari angka -5,31% ke angka -0,74%.
Laju pertumbuhan ekonomi Lampung (q to q) pada Tri Wulan I 2021 sebesar 3,04% memang menempati posisi tertinggi di Sumatera, tetapi sesungguhnya tidak ada yang luar biasa dengan capaian itu karena pada Tri Wulan IV 2020, laju pertumbuhan ekonomi (q to q) Lampung sempat jatuh terpukul sampai ke angka – 8,28%. Penurunan paling tajam pada grafik q to q yang pernah tercatat selama pandemi ini dibandingkan dengan sembilan provinsi lainnya di Sumatera.
Saya berharap pernyataan tentang BPS ini adalah pernyataan kontroversial terakhir Gubernur Arinal dalam masa kepemimpinannya, setelah dua tahun menjabat mestinya ke depan beliau bisa lebih jantan mengakui kekurangan, tidak lagi mencari-cari kambing hitam untuk disalahkan, dan tidak terus menerus membelah cermin hanya karena hendak menutupi buruknya wajah.
Penulis : Nizwar Affandi
Alumni FISIP Unila