SAYA baru saja membaca Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021.
Dari dua peraturan itu, ada dua pasal yang sangat relevan dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 5 Tahun 2021 yang memberikan Tambahan Penghasilan kepada ASN Pemerintah Provinsi Lampung untuk Jabatan Struktural, Jabatan Fungsional dan Jabatan Pelaksana.
Dalam PP No. 12 tahun 2019 Pasal 58 ayat 1 disebutkan:
“Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada Pegawai ASN dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kemudian pada Lampiran Penjelasan Permendagri No. 64 tahun 2020 halaman 38 dan 39 bagian Kebijakan Penganggaran Belanja Pegawai, poin f disebutkan:
“Penganggaran tambahan penghasilan kepada pegawai ASN memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Kedua peraturan itu sama-sama menegaskan bahwa ada syarat persetujuan DPRD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan jika Kepala Daerah akan menganggarkan memberi tambahan penghasilan kepada pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN). Perundang-undangan yang dimaksud sudah pasti Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada UU No. 23 tahun 2014, Bagian Kelima Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan,
Paragraf 3 APBD, Pasal 311 ayat 1 disebutkan:
“Kepala daerah wajib mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memperoleh persetujuan bersama.”
Kemudian pada ayat 3 nya disebutkan:
“Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas kepala daerah bersama DPRD dengan berpedoman pada RKPD, KUA, dan PPAS untuk mendapat persetujuan bersama.
Dilanjutkan dengan ayat 4 nya berbunyi:
“Atas dasar persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah menyiapkan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD dan rancangan dokumen pelaksanaan anggaran.”
Pergub Lampung No.5 tahun 2021 adalah bentuk Perkada yang dimaksud oleh ayat 4 Pasal 311 UU No.23 tahun 2014. Karenanya Pergub ini juga terikat penuh dengan ayat 3 dan ayat 1 UU Pemerintahan Daerah, Pergub ini mesti mendapatkan persetujuan bersama dari DPRD. Pergub No. 5 tahun 2021 tidak dapat diterbitkan oleh Gubernur Lampung tanpa persetujuan DPRD Provinsi Lampung.
Saya tidak akan membahas tentang penggunaan sebutan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Pergub No. 5 tahun 2021 walaupun nyata-nyata dalam semua regulasi yang menjadi rujukannya mengunakan sebutan Aparatur Sipil Negara (ASN) bukan lagi PNS. Gubernur Arinal tampaknya menyukai sebutan-sebutan lama atau memang beliau tidak up to date, sama seperti penggunaan sebutan Gugus Tugas COVID-19 di Lampung padahal sejak Juli 2020 baik di pusat maupun provinsi lainnya sudah menggunakan sebutan Satuan Tugas, sesuai dengan perubahan Perpres dan Permendagri.
Dengan memperhatikan tiga rujukan tentang penyusunan APBD sebagaimana yang saya paparkan di atas, saya kira Ketua DPRD Provinsi Lampung beserta anggotanya harus bertanggung jawab kepada publik untuk dapat memberikan informasi yang terang benderang dengan sejelas dan sedetail mungkin.
Tunjukkan kepada publik bahwa di dalam dokumen RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah), KUA (Kebijakan Umum Anggaran), PPAS (Prioritas Plafon Anggaran Sementara) dan Perda No. 5 Tahun 2020 tentang APBD Provinsi Lampung TA 2021 beserta seluruh lampirannya, tidak pernah ada persetujuan DPRD Provinsi Lampung untuk memasukkan pemberian tambahan penghasilan kepada ASN di Pemprov Lampung untuk tahun anggaran 2021.
Jika itu benar bisa ditunjukkan dan dilakukan barulah publik akan percaya dengan pernyataan Ketua DPRD Provinsi Lampung dan beberapa koleganya di media dua hari ini bahwa mereka merasa kecolongan karena merasa belum pernah melakukan pembahasan apalagi memberikan persetujuan atas Pergub No. 5 tahun 2021 yang diterbitkan oleh Gubernur Arinal.
Sebaliknya, Sekda Provinsi Lampung yang kemarin pasang badan mewakili Gubernur menggelar konferensi pers dan menyampaikan bahwa Pergub itu proses penerbitannya telah sesuai dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan karena telah mendapat persetujuan DPRD Provinsi Lampung, juga harus bisa menunjukkan kepada publik dokumen persetujuan yang dimaksud.
Pernyataan “kecolongan” dari Ketua DPRD dan klaim “sudah mendapat persetujuan” Sekdaprov mudah difahami sebagai dua premis yang bertentangan satu sama lain. Tidak mungkin kedua-duanya benar, jika salah satunya benar maka yang satunya lagi pasti tidak benar.
Publik memiliki hak untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang berkata benar dan siapa yang telah menjadi pembohong, apalagi keduanya merepresentasikan dua lembaga yang oleh UU No. 23 tahun 2014 disebut sebagai penyelenggara Pemerintahan Daerah dan yang menjadi objek pertentangannya adalah APBD, kristalisasi keringat dan sumbangsih dari seluruh rakyat Provinsi Lampung.
Jika kedua belah pihak hidupnya masih menggunakan standar etika yang luhur tentang nilai-nilai kejujuran, maka salah satunya tentu tidak akan merasa keberatan dengan kesadaran sendiri menyatakan mundur dari jabatannya jika terbukti telah melakukan kebohongan publik. Karena tidak akan ada kebaikan yang akan diterima oleh rakyat Lampung jika para pemimpinnya tetap meneruskan amanah jabatan mereka sambil terus memelihara kebohongan-kebohongan. Wallahualam.
Penulis : Nizwar Affandi
Ketua DPD Ormas MKGR Provinsi Lampung