SETIAP pagi, pria itu selalu duduk di sudut halaman. Di dekat koĺam kecil. Sambil menghisap rokok kretek dan sesekali mengirup kopi pahit, matanya terpaku ke kolam. Menikmati sendau gurau ikan-ikan di dalamnya. Dan, sesekali ia tampak tersenyum.
Pria bernama Bono itu baru beranjak dari sudut halaman saat mentari makin meninggi. Sorotnya makin panas. Saat badannya yang gempal mulai dibasahi keringat. Saat perutnya sudah keruyukan. Kepengen sarapan.
Ia berjalan. Perlahan. Menuju kamarnya. Sebuah ruangan sel di rumah tahanan. Sudah 7 bulan Bono tinggal disini. Selepas ia didakwa menyalahgunakan penggunaan anggaran alokasi dana desa alias ADD saat ia menjabat bendahara di desanya, di Lampung Tengah. Ia tak sendiri. Sang kepala desa juga ikut dibui.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sesampai di kamar, Bono buru-buru mengambil piring. Menyendok nasi cadong berlaukkan sepotong ikan asin kecil. Dilahapnya makanan khas penjara dengan santainya. Seakan rasanya amat gurih layaknya makan di rumah makan padang.
Selepas mencuci piring yang dipakainya, Bono membuka locker tempat pakaian. Dikeluarkannya sebuah dompet kecil. Berisi obat-obat pribadinya. Tiga butir obat langsung ditelannya. Tiga kali sehari ia harus minum obatnya. Yang hanya bisa dibeli dengan resep dokter.
Bono mengidap amnesia. Penyakit lupa ingatan. Yang menyerangnya jauh sebelum ia dipenjara. Dokter spesialis di Kota Metro yang dulu rutin dikunjungi meneguhkan keseriusan penyakit Bono.
BACA JUGA :https://www.reposisi.com/style/era-of-nadir-syah/
Saat aparat Polres Lampung Tengah mulai menyidik kasus dugaan penyimpangan penggunaan ADD, sebenarnya, tahu persis bila Bono mengidap amnesia. Pembawaan Bono dan surat keterangan dokter adalah faktanya. Bahkan, untuk melancarkan berita acara pemeriksaan pun, bukan Bono yang bercerita. Tapi istrinya. Itu pun sering dilakukan di rumah pribadi Bono. Bukan di kantor polisi sebagaimana mestinya.
Dalam penyidikan, sebenarnya, Bono bisa tunjukkan beragam barang yang dibelinya melalui dana ADD. Hanya, ia tak bisa menyerahkan kuitansi sebagai bukti pembeliannya.
“Embuh neng ngendi. Aku lali,” ucap Bono bila ditanya kuitansi pembelian barang-barang yang menggunakan dana ADD. Jawaban yang khas dari pengidap amnesia.
Namun polisi tak peduli. Penyakit lupa yang diidap Bono dinafikkan. Kasusnya terus berjalan. Sampai disidangkan.
Dalam persidangan, berkali-kali majelis hakim dan jaksa kebingungan. Karena Bono banyak tidak ingat. Bahkan ia lupa menulis dan membaca. Ironisnya, sang pengadil juga tak berinisiatif mendatangkan dokter spesialis; yang berkeahlian untuk menyimpulkan amnesia jenis apa yang diidap Bono.
Walhasil, palu hukuman pun diketukkan bagi sang amnesia. Total ia dijatuhi hukuman 26 bulan.
Saat ini, baru sembilan bulan Bono menjalani hukumannya. Masih 17 bulan lagi ia mesti menjalani hukumannya. Karena kasus yang menjeratnya masuk kriteria tindak pidana korupsi, yang tak mendapatkan remisi apalagi asimilasi.
Bono tetap tabah menjalani takdirnya. Meski ia masih didera penyakit amnesia. Yang membuatnya masih bisa tertawa adalah tenggang rasa kawan-kawan satu kamarnya. Selebihnya acapkali ia mengucap doa: “Mbok menowo metu soko penjoro mengko, iso ilang penyakitku!” (*)
Penulis : Dalem Tehang
Tulisan ini sudah pernah terbit di IniLampung.com