rEposisi.com – Anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Veri Agusli HTB, soroti permasalahan harga singkong yang terjun bebas sejak pertengahan Akhir tahun lalu.
Hal tersebut ia sampaikan saat mendengar keluhan petani singkong di tiga kabupaten yang ia sambangi dalam acara menyerap aspirasi atau reses awal tahun 2021, Sabtu (20/2).
Ia mengatakan begitu banyak keterbatasan yang dihadapi petani hingga memicu rentetan permasalahan yang terjadi selama ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keterbatasan dalam memasarkan produk, panjangnya rantai distribusi, dikatakan Veri turut membelenggu petani.
Hal itu dikatakan Veri sebagai pekerjaan rumah yang besar dimana ia berharap pemerintah dapat mewujudkan kesejahteraan petani dengan bantuan teknologi.
Untuk mendorong pemasaran, petani dapat mengiklankan produknya di website dan aplikasi kekinian agar dapat menjangkau pembeli di seluruh Indonesia.
“Saya berharap dengan metode ini dapat membantu petani dan pembeli dalam memangkas rantai distribusi yang begitu panjang yang terjadi selama ini hingga petani dapat menjual hasil keringatnya dengan harga layak, ” Ungkap Veri dalam siaran pers yang diterima wartawan, Minggu (21/2)
Ia membenarkan jika komoditas pertanian dan perkebunan selalu saja mengalami fluktuasi yang merugikan para petani.
Terkait harga, Veri mengatakan sebenarnya kepentingan yang lebih besar adalah: bagaimana agar masyarakat dapat membeli barang dengan harga murah? Jadi, bukannya hanya berpikir bagaimana menaikkan harga jual hasil pertanian. Sebab, pihak pabrik pun tentunya selalu berpikir mencari keuntungan.
“Mereka tentu akhirnya akan menaikkan harga jual produknya. Apalagi kalau pabrik tersebut sudah melakukan monopoli. Tentu, para kompetitor akan kesulitan. Hal inilah yang menjadi buah simalakama, ” Pungkasnya.
Saat ini harga singkong di Lampung dalam kisaran Rp600-Rp800/kg. Petani terpuruk. Namun, pengusaha yang bahan baku pabriknya berasal dari singkong akan untung. Perhitungannya: harga singkong Rp 700/kg, tetapi harga tepung tapioka di tingkat pengecer Rp 8.000/kg (1.143%).
Untuk mengatasi persoalan harga yg sering terjun bebas tersebut, Veri berpendapat mungkin untuk kasus singkong ini perlu dipertimbangkan untuk mengaktifkan kembali pabrik-pabrik tapioka di tingkat perdesaan yang berpotensi terhadap hasil pertanian tertentu.
Tak hanya itu saja, ia berharap setiap desa dapat memanfaatkan Anggaran Dana Desa (ADD) untuk meningkatkan perekonomian masyarakat perdesaan untuk kesejahteraan masyarakat dengan membangun pabrik-pabrik tersebut.
“Pemerintah juga dapat membantu dengan merencanakan pasar untuk pasca-produksinya. Menyiapkan peta tentang situasi komoditas pertanian untuk setiap wilayah. Ini bisa dilakukan oleh Dinas Pertanian, ” Ujarnya.
Aleg dari daerah pemilihan Mesuji, Tulang Bawang, dan Tulang Bawang Barat inipun meminta petani dan masyarakat yang hadir untuk terus mendukung segala upaya pemerintah dalam menjayakan petani dimana pemerintah selalu berusaha melindungi para petani melalui program – program yang selama ini digelontorkan. (rif)