rEposisi.com – Kebijakan Pemerintah Provinsi Lampung mentiadakan Sholat Idul Fitri berjamaah di Masjid tapi masih membuka tempat wisata disebut sebagai kebijakan yang membabi buta atau sontoloyo.
“Kalau beneran begitu, maka kebijakan ini adalah kebijakan sontoloyo dan yang mengeluarkan kebijakannya adalah pemimpin sontoloyo!,” kata Ketua DPD Ormas MKGR Lampung, Nizwar Affandi, Senin (3/5).
Menurut dia, Lampung ini sepertinya memang sudah auto pilot, semua dibuat kesepakatan dengan para pelaku. Mulai dari harga singkong sampai dengan urusan tempat pariwisata boleh buka di hari lebaran.
“Bukannya membuat regulasi yang kemudian dijaga konsistensinya agar dipatuhi oleh para pihak terkait, Pemprov Lampung malah lebih memilih berunding dengan para pihak,” ujar dia.
Bagaimana mungkin sambungnya, sholat Ied berjama’ah tidak diizinkan dilakukan di masjid dan lapangan terbuka tetapi tempat pariwisata malah diizinkan beroperasi cukup dengan membuat surat pernyataan akan mematuhi protokol kesehatan.
“Gubernur Arinal jika memang sudah merasa tidak mampu memimpin dengan membuat dan menegakkan regulasi, sebaiknya jangan dipaksakan terus memimpin,” saran politisi muda ini.
Khusus terkait pelaksanaan sholat Ied baik di masjid maupun di lapangan dan izin beroperasinya tempat wisata di hari lebaran ini, Wagub Nunik harus lebih berani tampil bicara agar publik bisa melihat sikap dan keberpihakannya.
“Beliaukan anak emas dan kebanggaan Nahdliyin di Lampung, kemudian juga selama ini sudah diberikan mandat oleh Gubernur Arinal untuk lebih intens mengurusi pembangunan pariwisata. Jadi sudah paling tepat jika sekarang Wagub Nunik tampil ke publik memberi penjelasan tentang perbedaan perlakuan antara izin sholat Id dgn izin operasi tempat wisata di hari lebaran.Jangan terus bersembunyi di balik kewenangan Gubernur,” tutupnya.(win)