rEposisi.com – Ketua DPRD Provinsi Lampung, Mingrum Gumay melepas langsung jenazah Hj. Srie Atidah yang sebelumnya disemayamkan dan mendapat penghormatan terakhir dari rekan sejawatnya dikediamannya. Mingrum mengatakan, Kepergian beliau tentu kehilangan bagi kami semua, Tentu banyak kontribusi beliau semasa hidup untuk Provinsi Lampung.
“ATAS nama pimpinan DPRD, rekan-rekan anggota DPRD Provinsi Lampung, seluruh jajaran Sekretariat DPRD Provinsi, serta atas nama Ketua GMNI Lampung, kami mengucapkan turut berbela sungkawa yang mendalam atas kepergian almarhumah Hj. Srie Atidah,” kata dia.
Kepada pihak keluarga, Mingrum juga berharap kekeluargaan yang terjalin, kiranya akan tetap terus dapat dipelihara di masa datang. “Kami semua ikut berdoa agar arwah beliau diterima di sisi Allah SWT sesuai amal dan ibadahnya serta diampuni segala dosanya,” ujarnya.
“Juga tidak lupa kami mendoakan agar keluarga yang ditinggalkan dapat kiranya diberikan Allah SWT keikhlasan, kekuatan dan ketabahan dalam melepas kepergian almarhum,” Mingrum menambahkan.
Sebagai catatan, Ny. Hj. Srie Atidah menggaungkan perubahan ketika rezim kuat-kuatnya. Sebagai pimpinan Partai Demokrasi Indonesia di Lampung (PDI, sebelum kemudian menjadi PDI-P), Atidah menjadi sebongkah representasi perjuangan yang tidak kenal gentar.
Atidah bergerak yang riaknya ikut menimbulkan arus perubahan sejak 1996–1997, ketika Republik ini menjelang ‘persalinan’. Sebagai istri tokoh PDI Lampung, Matt Al Amin Kraying, Atidah tidak sekadar ‘mendampingi suami’ dalam masa-masa genting tersebut. Wanita pemberani ini dikenal amat blakblakan. Jika dia menilai lawan diskusinya tidak segaris dengan peraturan, bahkan partai, Atidah lantang bersuara, bahkan ‘mengaum’.
Tanpa tedeng aling-aling dia berargumen, meletakkan rasio di atas fakta lalu merajutnya dalam kata-kata keras. Alumnus GMNI ini sempat menjadi ketua DPC PDI-P Bandar Lampung. Bahkan, dia kemudian menjadi Ketua DPRD Lampung; dan tercatat sebagai wanita pertama yang memimpin parlemen di tingkat provinsi.
Pengagum Bung Karno ini memang dididik dengan nilai-nilai pergerakan oleh kedua orang tuanya, bahkan oleh kakek neneknya. Atidah kecil biasa nimbrung jika orang tuanya berdiskusi di rumah sembari bersandar di sisi kursi atau duduk santai di karpet atau mengamati saat kakeknya berdiskusi, berorasi atau berpidato dengan tokoh-tokoh nasional seperti Mr. Wilopo, Hadisubeno. Neneknya, tokoh Asyiyah, menanamkan pendidikan agamis, senantiasa menanamkan soal iman dan takwa. (Pakcik)